Nabi Ibrahim a.s bermimpi diperintahkan oleh Allah SWT untuk membangun rumah Allah yang disampaikan kepada putranya Ismail.
Nabi Ibrahim menjelaskan hikmah Allah Ta’ala  yang telah terjadi dari  perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim  berkata kepada Ismail: “Wahai  Ismail, sesungguhnya Allah s.w.t  memerintahkan padaku suatu perintah”  ketika datang perintah pada Nabi  Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu  dengan gamblang. dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang  sama agar  ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan  perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak  berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail berkata: “Laksanakanlah apa yang diperintahkan  Tuhanmu  padamu.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah engkau akan  membantuku?” Ismail  menjawab: “Ya, aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim  berkata: “Sesungguhnya  Allah s.w.t memerintahkan aku untuk membangun  rumah di sini.” Nabi  Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang  tinggi di sana.
فِيهِ  آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ  إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِناً  وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ  ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ  سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ ٱلله  غَنِىُّ عَنِ ٱلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[214]. ” (al-Imran: 96.)
[214]. Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.
[214]. Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.
Ka’bah sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Adam membangun suatu khemah yang di dalamnya ia menyembah Allah s.w.t. Adalah  hal yang biasa bagi Nabi Adam -  sebagai seorang Nabi – untuk membangun  sebuah rumah untuk menyembah Allah s.w.t. Tempat itu dipenuhi dengan  rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad  sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim  mendapatkan perintah dari Allah s.w.t untuk membangun kedua kalinya agar  rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah s.w.t.  Nabi Ibrahim mulai membangun Ka’bah.
Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: “Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan tawaf di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar Arasy Allah s.w.t.


Batu-batu rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam.
Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka’bah.
Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: “Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan tawaf di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar Arasy Allah s.w.t.


Batu-batu rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam.
Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka’bah.
Allah s.w.t berfirman:
وَإِذْ  يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ  مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ  رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ  ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَابَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ ٱلعَزِيزُ ٱلحَكِيمُ
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَابَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ ٱلعَزِيزُ ٱلحَكِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar  baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Tuhan kami terimalah dari   kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi  Maha  Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang  tunduk dan  patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang  tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan  tempat-tempat ibadah haji kami, dan  terimalah taubat kami. Sesungguhnya  Engkaulah Yang Maha Penerima  taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,  utuslah untuk mereka seorang  rasul dari kalangan mereka, yang akan  membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka  al-Kitab (Al-Quran) dan  al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.  Sesungguhnya Engkaulah  yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS.  al-Baqarah: 127-129)
Ka’bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh  orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di mana mereka tidak  menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim menggalinya. dari sini kita  memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga keras  yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasulullah saw telah  menegaskan bahwa kalau bukan kerana kedekatan kaum dengan masa jahiliah  dan kekuatiran orang- orang akan menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika  beliau menghancurkannya dan membangunkannya kembali, niscaya beliau  ingin merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka’bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka’bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka’bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin taufan yang selalu mengancam setiap saat. Allah s.w.t tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka’bah. Allah s.w.t hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka’bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka’bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka’bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin taufan yang selalu mengancam setiap saat. Allah s.w.t tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka’bah. Allah s.w.t hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan  orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan  orang-orang yang mencintai:
Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi manusia  seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah s.w.t dan pada saat yang  sama mereka disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu  mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah. Akhirnya, doa  tersebut terkabul ketika Allah s.w.t. mengutus Muhammad bin Abdullah  saw. doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah  pembangunan Ka’bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang  akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka’bah akan dimulai  darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia  biasa. Beliau bekerja dengan  sangat antusias sebagai wujud ketaatan  terhadap perintah ayahnya.  Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah  meletakkan Hajar Aswad di  tempatnya. “Siapakah yang mendatangkannya  (batu) padamu wahai ayahku?”  Nabi Ibrahim berkata: “Jibril as yang  mendatangkannya.” Selesailah  pembangunan Ka’bah dan orang- orang yang  meng Esakan Allah s.w.t serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di  sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya  sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah s.w.t  menjadikan manusia cenderung pada tempat itu:
رَّبَّنَآ  إِنَّيۤ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى  بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ  بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا  لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلاَةَ فَٱجْعَلْ  أَفْئِدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِيۤ  إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُمْ مِّنَ  ٱلثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian  keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah  Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu)  agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia  cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,  mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim: 37)
Dan yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam  terhadap Tuhan, Baitullah dan telaga zamzam yaitu, Tuhan alam semesta.  Allah s.w.t berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi  Ibrahim dan Nabi Ismail:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلـٰكِنْ كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan  tetapi dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada  Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang  musyrik. (QS. Ali ‘Imran: 67)
[201]. Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
[201]. Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Allah s.w.t mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali  menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah s.w.t berfirman:
وَجَاهِدُوا  فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ  هُوَ ٱجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ  فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ  مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ  سَمَّاكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن  قَبْلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ  شَهِيداً عَلَيْكُمْ  وَتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ فَأَقِيمُواْ  ٱلصَّلواَةَ وَآتُواْ  ٱلزَّكَواةَ وَٱعْتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ  مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ  ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ
“Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu  kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia telah menamai kamu  sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. ” (QS. al- Hajj: 78)
Ka’bah berbentuk bangunan kubus yang  berukuran 12 x 10 x 15 meter (Lihat foto berangka Ka’bah). Ka’bah  disebut juga dengan nama Baitallah atau Baitul Atiq (rumah tua) yang  dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi  Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah.Di atasnya ditutup oleh  kain hitam yang disebut kiswah. Kiswah ini setiap tahun diganti dengan  yang baru, di atasnya dihiasi oleh surat-surat Al Quran dari emas dan  perak setinggi 3 sampai 4 meter.
Kiswah yang terbuat dari benang emas dan perak seberat 400 kg tipisnya sepertiga milimeter dan terbuat dari emas murni 999 karatMekah 4000 tahun yang lalu
Mekah sampai berdirinya Ka’bah ditengarai tidak terlepas dari suku Al  Amalik dan Jurhum. Sesudah nabi Ismail dan  Ibrahim as kurang lebih 2000  SM alias 4000 tahun yang lalu membangun  fundamen Baitul Haram pun  (lihat sketsa), masih lama lagi baru Mekah  berkembang menjadi sebuah  kota atau sejenis kota, karena para sejarawan  masih menemukan sisa-sisa  kehidupan nomaden. demikian juga dengan administrasi Baitul Haram lama  sesudah nabi Ismail as meninggal dunia, masih ada di tangan suku Jurhum,  sebuah suku yang selalu tinggal di Mekah.
Kekuasaan suku Jurhum atas Mekah berakhir ketika Mudad Ibn Al Harith  mengalahkan suku Amalik. di generasi inilah perdagangan Mekah maju  pesat dan mengalami kesejahteraan dan kenyamanan yang tinggi sehingga  mereka menjadi lengah bahwa mereka tinggal di sebuah lembah yang tidak  subur dan harus selalu dirawat dan dijaga dengan seksama, sehingga air  Zam-zam pun menjadi kering.Karena itu masyarakat menjadi gelisah dan  suku Khuzza berusaha mengambil alih kekuasaan. Mudad kemudian pergi ke  sumber air Zamzam dan menggali lubang di sana, di mana kemudian ia  menyembunyikan dua gazelle dari emas, pedang dan kekayaan  lainnya dengan harapan suatu hari akan mengambilnya lagi. Ia kemudian  meninggalkan Mekah bersama dengan turunan Ismail. Semenjak itu maka  Mekah kemudian jatuh ke tangan suku Khuzza.
Mekah 1600 tahun yang lalu sampai Islam datang

Saat kunci dari Baitul Haram ada di tangan Hulail dan kemudian Hulail meninggal kunci jatuh ke tangan putrinya, Hubba, yang menikah dengan Kusaij ibn Kilab  (kakek dari nabi Muhammad saw di generasi kelima, tahun 400 M). Namun  karena Hubba tidak ingin mengurusinya, kunci kemudian diserahkan ke Abu Ghibschan Al Chuzai,   seorang peminum yang saat mabuk untuk membeli minuman anggur  menjualnya  ke Kusaij. Suku Khuzza lalu memprotes jatuhnya kunci Baitul  Haram ke  Kusaij tapi karena Kusaij oleh beberapa suku dianggap penduduk Mekah  yang paling bijaksana, mereka bergabung dengan Kusaij dan kemudian  mengusir suku Khuzza dari Mekah. Kusaij kemudian menyatukan semua kantor  dari rumah suci dan suku-suku ini pun menyatakan setuju dengan  kepemimpinan Kusaij.Sebelum itu, tidak satupun bangunan boleh dibuat di dekat Ka’bah  karena memang kaum Khuzza maupun Jurhum tidak menginginkan rumah Allah  bertetangga dengan bangunan lainnya. Untuk itu mereka bila malam pulang  ke tempat yang agak jauh di luar. Namun atas perintah Kusaij, penguasa  baru Mekah, mulai dibangunlah dekat Ka’bah bangunan-bangunan lain serta  sebuah balai kota, di mana tetua Mekah di bawah pimpinannya merundingkan  segala urusan kota dan bermusyawarah. Tidak ada pernikahan yang tidak  dilakukan di Baitul Haram ini. Kaum Qurais membangun rumah-rumah mereka  dan menyediakan cukup tempat untuk kemungkinan perluasan.
Ketika Kusaij semakin tua dan lemah, ia merasa tidak lagi mampu mengurusi Mekah. Maka kemudian ia berikan Hijaba (kantor pengawasan) dan kemudian kunci rumah ke Abdud dar,  putra tertua Kusaij. Selain itu Kusaij juga memiliki seorang putra Abdu  Manaf yang lebih dihormatí dan dipanuti oleh masyarakat kota Mekah.  Selanjutnya diberikan pula Sikaja (urusan minum para pelawat), Liwa (bendera) dan Rifada (urusan makanan para pelawat).  Rifada ini adalah sejumlah dana yang diberikan kaum Qurais setiap  tahunnya dari harta mereka ke Kusaij. di saat lawatan Kusaij menggunakan  dari  uang ini untuk membeli makanan bagi yang membutuhkan. Kusaij  adalah  orang pertama yang mewajibkan rifada terhadap kaum Qurais.
Abdud dar setelah itu mengurus kantor Kaaba sesuai dengan yang  diperintahkan ayahnya dan kemudian putra-putranya yang melanjutkannya.  Putra-putra Abdu Manaf yakni Hasim, Abdu Syam, Al Muttalib dan Naufal,  lebih disukai dan dikenal daripada putra-putra Abdud dar. Karena itu  kemudian mereka berempat bersatu dan berusaha mengambil alih kekuasaan  yang ada ditangan sepupunya.
Sehingga terpecahlah Qurais dalam 2 partai, “Partai Berparfum” adalah  turunan Abdu Manaf, disebut seperti itu karena mereka telah mencelupkan  tangan mereka ke dalam parfum dan datang ke Kaaba dan bersumpah untuk  tidak akan memecah belah ikatan itu. Sedangkan turunan Abdud dar bersatu  dalam “Partai Persekutuan”. Kedua belah partai ini hampir saja  berperang dan saling menghancurkan diri mereka sendiri namun kemudian  mereka sepakat pada solusi : bani Abdu Manaf kemudian mengurus Sikaja  serta rifada dan Abdud dad mengurus hijaba, Liwa dan nadwa. Keduanya  puas dengan solusi ini dan tetap seperti itu hingga Islam datang.
Haschim (464 n. Chr.) adalah pemimpin sukunya dan  sangat kaya. Ia mengurusi sikaja dan rifada. Seperti yang telah  dilakukan  kakeknya ia pun menghimbau rakyatnya untuk menyumbangkan  sebagian  hartanya untuk mengurusi para pelawat, karena pengunjung dan  pelawat rumah Allah adalah tamu Allah dan tamu memiliki hak dilayani  dengan baik.
Hasim selain itu juga tidak pelit: kebaikan dan kemurahan hatinya  juga berlaku untuk penduduk Mekah. Saat musim kering, ia menyediakan  makan dan tarid, sehingga senyum di wajah penduduk Mekah dalam  musim kering tidak hilang dari wajah. Selain itu Hasimlah yang  memasukkan karavan musim dingin ke Yaman dan karavan musim panas ke As  Syam. Melalui aturan inilah kemudian Mekah berkembang dan mencapai  kejayaan sampai kemudian diakui sebagai ibukota.
Di saat Mekah jaya ini, putra-putra Abdu Manaf melakukan perjanjian  keamanan dan perdamaian dengan daerah tetangga. Hasyim sendiri melakukan  perjanjian dengan kerajaan Romawi dan dengan bangsawan Ghassan  untuk kedamaian dan persahabatan bertetangga. Ia pula yang mengusahakan  izin dari kekaisaran Romawi bagi kaum Qurais, untuk menyebrangi Asy  Syam. Abdu Syam mengadakan perjanjian dagang dengan Negus dari Abesinia,  Naufal dan Al Muttalib dengan Persia dan perjanjian dagang dengan  Hinjar di Yaman. Ketenaran Mekah semakin meningkat dengan bertambahnya  kesejahteraan, dan tidak seorang pun dapat menyaingi kemahiran orang  Mekah berdagang. Karavan datang dari semua arah ke Mekah dan  meninggalkannya di sana. Untuk itu orang Mekah berhasil mengumpulkan  pengalaman dalam hal perkreditan dan per-bungaan dan semua hal yang  berhubungan dengan perdagangan.
Hasyim  tetap menjadi pemimpin Mekah hingga tua, bahkan ketika  keponakannya  Umaya ibn Abdu Syam selesai pendidikan tetap kekuasaan di  tangan Hasyim, sehingga Umayya pindah ke Asy Syam untuk 10 tahun  lamanya.
Dalam perjalanan ke Madina, Hasyim menikah dengan Salma Bint Amr dari  suku Khazraj dan darinya lahirlah Syaiba dan tinggal kemudian di Madina  dengan  ibunya. Setelah kematian Hasyim, saudaranya Al Muttalib yang   melanjutkan tanggung jawab Hasyim, walaupun Al Muttalib lebih muda dari  Abdu Syam tapi di masyarakat Mekah lebih dikenal dan dihormati. Bangsa  Qurais menyebutnya “sang dermawan”.
Suatu hari Al Muttalib ingat ke putra Hasyim yang di Madina dan  kemudian ia pergi ke Madina dan membawanya serta ke Mekah, ia pun  kemudian mendudukkan putra Hasyim yang telah berangkat remaja di  belakangnya di atas onta. Kaum Qurais mengira Al Muttalib membawa  budaknya karena itu dipanggillah putra Hasyim ini dengan  sebutan Abdul  Muttalib, walaupun Al Muttalib berusaha menjelaskan  bahwa anak itu  adalah putra Hasyim. Tapi nama Abdul Muttalib lebih dikenal daripada  Syaiba.
Ketika Al Muttalib akan memberikan harta Hasyim pada putranya, Naufal  menolak dan menyimpannya untuk diri sendiri. Kemudian Abdul Muttalib  dengan bantuan pamannya dari Madina melawan pamannya di  Mekah ini untuk  merebut yang menjadi haknya. Setelah kematian Al  Muttalib, Abdul  Muttalib mengambil alih tanggung jawab Hasyim yakni  Sikaja dan Rifada.
Setelah keringnya air zamzam, maka untuk memenuhi kebutuhan air minum  harus diambil dari beberapa sumber air di sekitar Mekah dan disimpan  dalam kolam air dekat  Ka’bah. Bila ia memiliki banyak putra tentulah hal  ini tidak masalah,  tapi karena ia hanya memiliki satu putra saja, Abdul  Muttalib menjadi  sangat khawatir.
Pada masa itu, orang-orang Arab seringkali mengingat kembali sumber  air zamzam yang saat masa Mudad kering dan ditutup oleh harta karun.  Mereka seringkali berharap agar air zamzam kembali mengalir. Lebih dari  yang lain tentu saja terutama hal ini menjadi beban pikiran Abdul  Muttalib. Hingga masalah ini terbawa ke dalam mimpinya, di mana di dalam  mimpi itu ia diminta untuk menggali sumber air di mana nabi Ismail as  dulu keluar. Sehingga karena panggilan untuk menggali ini demikian  nyata, ia kemudian segera mencari sumber air zamzam dan berhasil  menemukannya di antara berhala Isaf dan Naila. dibantu oleh putranya Al  Harits mulailah ia menggali sampai terpancarlah air zamzam keluar  demikian juga dengan kedua gazel dari emas dan pedang Mudad.


Kaum  Qurais menginginkan bagian dari sumber air dan apa yang telah ditemukan  oleh Abdul Muttalib. Namun ia tidak setuju dan mengusulkan untuk  melakukan undian yang kemudian juga disetujui oleh kaum Qurais. Undian  ini ternyata dimenangkan oleh Abdul Muttalib. Pedang diambil oleh Abdul  Muttalib dan gazelle emas untuk Ka’bah. Oleh Abdul Muttalib pedang kemudian dilebur dan dijadikan        pintu untuk Ka’bah dan gazelle  emas dijadikan dekorasi untuk Baitul Haram. Semenjak itu pengurusan  Sikaja menjadi lebih mudah dengan ditemukannya air Zamzam ini.Masa Nabi Muhammad SAW

Pada  awalnya bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu ka’bah  terletak diatas tanah , tidak seperti sekarang yang pintunya terletak  agak tinggi sebagaimana pondasi yang dibuat Nabi Ibrahim dan Nabi  Ismail. Namun ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat  Muhammad SAW berusia 30 tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena  merenovasi ka’bah sebagai bangunan suci harus menggunakan harta yang  halal dan bersih, sehingga pada saat itu terjadi kekurangan biaya. Maka  bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu serta ada bagian ka’bah yang  tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang dinamakan Hijir Ismail  yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi ka’bah. Saat  itu pintunya dibuat  tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang  bisa memasukinya.  Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang  sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.Mekah sesudah zaman nabi Muhammad SAW
Sesudah zaman nabi besar SAW, Mekah telah berkali-kali diduduki. di  abad ke-13, Mesir mengambil alih kota Mekah. Mulai tahun 1517 Mekah  dibawah Usmani yang kemudian menjadi kalifah. di masa ini untuk pertama  kali Ka’bah diperluas.  Tahun 1916 syerif Hussein ibn Ali yang kemudian  menjadi raja Hija  berhasil mengalahkan kekuasaan Turki atas Mekah. Tahun  1924 Abd al-Aziz  ibn Saud, sultan lama dari Naj menduduki Mekah. Ia  yang membuat Mekah menjadi pusat keagamaan dari Saudi Arabia.
Mekah, Ka’bah dan Sumber air zamzam sekarang
Mekah sekarang berpenduduk sekitar 26,712,824 orang pada tahun 2010.  Pelindung dan penguasa dari Mekah dan Madina sejak tahun 1986 adalah  raja Saudi. Sejak tahun 2005 adalah Abdullah ibn Abdulaziz Al Sa’du.
Akhirnya aku tetap merindukan Ka’bah dalam bermunajat, bersujud dengan khusu’ dan melimpahkan segala doa dibawah kaki Ka’bah.
http://www.menjelma.com/2011/08/sejarah-baitullah-mekkah-update-full.html 

         
















{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar