Bulan suci Ramadan telah tiba. Apa persiapan Anda? Menyusun menu masakan yang serbaspesial atau sibuk memesan tiket untuk mudik?
Semoga tidak hanya itu persiapan yang Anda lakukan. Karena pada hakikatnya bulan Ramadan adalah ibadah, bukan sekadar sebuah perayaan.
Jadi persiapan yang sebaiknya dilakukan adalah yang berkaitan dengan tujuan pelaksanaan ibadah. Yakni, lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) dari biro psikologi Westaria (www.westaria.com) menyebut nilai positif dan negatif pelaksanaan ibadah.
“Pada dasarnya semua ibadah sama. Sama-sama memiliki nilai. Ibaratnya seperti mata uang yang memiliki dua sisi. Baik dan buruk. Positif dan negatif,” urai Anggia.
“Agar tujuan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta tercapai, tentu saja, umat Muslim yang menjalankan ibadah di bulan Ramadan jangan sampai mendapatkan nilai ibadah yang negatif.”
Seperti apa pelaksanaan ibadah yang bernilai negatif itu? Berikut poin-poin yang dipaparkan Anggia.
Ketika ibadah hanya menjadi ritual
Ritual hanyalah kebiasaan. Menjadi negatif jika ibadah sebatas ritual. Walaupun ada pepatah “bisa karena biasa”, hal semacam itu hanya tepat ditujukan kepada anak-anak dalam rangka membiasakan. Selanjutnya, seiring usia dan perkembangan diri, tentu semua ibadah tidak lagi sekadar ritual, melainkan disertai juga pemahaman yang baik dan kuat sehingga akhirnya bersifat spiritual.
Ketika ibadah dilakukan tanpa ilmu yang memadai
Di sini menunjukkan pentingnya kita tahu, mengerti, dan memahami semua tentang ibadah yang kita lakukan. Jangan sampai menjadi kesia-siaan. Iman tanpa ilmu, akan luntur. Apalagi jika ibadah yang dilakukan tanpa ilmu dan sekadar ikut-ikutan, tentu sulit menjadi sebuah kebaikan. Sulit bagi yang tidak berilmu, yaki apakah ibadah yang dilakukan benar atau salah (mengingat banyaknya ajaran sesat sekarang ini).
Ketika ibadah tidak mampu mengubah akhlak (menjadi lebih baik)
Ini seharusnya menjadi cita-cita tertinggi dari sebuah ibadah. Keyakinan yang luhur kepada Sang Pencipta, meyakini dengan hati, melafazkan dengan kata, dan tecermin ke dalam perbuatan. Inilah sesungguhnya satu-satunya yang akan menyelamatkan dan memberi kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Mumpung masih ada waktu satu minggu lagi sebelum memasuki bulan suci Ramadan, ada beberapa hal yang bisa kita renungkan. Di antaranya, bagaimana kita melihat datangnya Ramadan ini?
Apakah setelah (mengaku) merindukannya selama berbulan-bulan, Anda telah mempersiapkannya dengan segala pengetahuan dan pemahaman akan segala ibadah yang membawa keberkahan dan ampunan yang bukan sekadar ritual, tapi merasuk hingga spiritual? Atau hanya akan menjadikannya bulan yang berlalu begitu saja?
Lalu bagaimana rencana Anda mengisi Ramadan? Apakah dengan segala persiapan matang (baik secara keilmuan, pemahaman, fisik, dan mental), karena sedikitpun tidak mau merasa rugi dan sia-sia ketika nanti Ramadan berlalu?
Atau menjalankan ala kadarnya saja, saat Anda hanya mendapatkan lapar dan dahaga? Renungkan juga bagaimana setelah Ramadan berlalu. Akankah ada perubahan lebih baik, atau cukup dengan mudik dan baju baru?
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar