Alasan 1.
Amerika Serikat tidak menyerang Iraq untuk minyak. Kenyataannya mereka telah menghabiskan miliaran dolar untuk perang ini dan yang paling banter mereka dapatkan ketika keluar dari Iraq adalah untuk mendapatkan uang mereka kembali. Jadi minyak hanyalah sebagai kompensasi besar saja.
Yang benar adalah bahwa sama seperti Israel yang menyerang Libanon untuk membuat Hizbullah terlihat seperti pahlawan, AS menyerang Iraq sebenarnya untuk membuat Muqtada al-Sadr sebagai pahlawan Iraq.
Lihatlah, sejak Pemerintah Saddam Hussein dihancurkan oleh AS, Moqtada al-Sadr didudukkan untuk mengambil alih Iraq. Inilah sebabnya mengapa kita melihat bahwa media mainstream (yang dikendalikan oleh orang yang sama yang mengontrol Pemerintah) berbicara tentang menentang perang dan pertentangan itu dikendalikan oleh begitu banyak golongan kiri palsu.
Perang di Afghanistan dibungkam oleh media kiri palsu dan mengatur protes yang mengabaikan Afganistan, dan hampir seluruhnya berkonsentrasi ke Iraq sebagai gantinya.
Kita juga melihat bagaimana penyiksaan Abu Ghurayb tersebar di semua surat kabar utama dan TV. Ini adalah surat kabar dan saluran TV yang sama yang telah menyensor 99% kebenaran tentang peristiwa dunia dan menutupi sebagian besar kejahatan Pemerintah barat. Semua orang tiba-tiba tampaknya berbalik melawan perang Iraq.
Kita juga melihat bagaimana Pemerintah AS menuduh Iraq memiliki WMDs (Weapon Of Mass Destruction), tapi sampai saat ini tak pernah terbukti.
Ini adalah pemerintah yang sama yang telah menutupi apa yang sebenarnya terjadi pada 9 / 11. Setelah serangan WTC, Pemerintah Amerika Serikat segera menyalahkan Al-Qaeda, dan Osama bin Laden. Segala cara dilakukan untuk mencoba dan meyakinkan orang bahwa bin Laden bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Tetapi sekali lagi, ketika menyangkut masalah Iraq, hal-hal itu menjadi berbeda. Para politisi AS baru saja keluar dan mengakui bahwa mereka tidak menemukan WMDs, sehingga dengan sengaja dan kebetulan membuat perang tidak populer.
Bush juga menuduh Saddam terlibat dalam 9 / 11, tapi aneh, ia kemudian menyangkalnya. Kenapa dia menyangkal? Jika dia berbohong di fase pertama, mengapa ia tidak terus berbohong? Jika ia tidak punya bukti di fase pertama, mengapa tidak ia terus berbohong tanpa bukti? Atau mungkinkah bahwa dia dengan sengaja ingin dilihat sebagai pembohong, sehingga perang Iraq dan sayap kanan AS akan dilihat sebagai sesuatu yang lebih tidak populer lagi.
Collin Powell mengakui bahwa Iraq sama sekali tidak memili WMDs. Dan pertanyaan yang sebenarnya adalah, mengapa Amerika Serikat khawatir tentang senjata Kimia dan bom Hayati Iraq, ketika justru sebaliknya Iran telah lama diduga membuat bom nuklir?
Tentu senjata nuklir harus menjadi perhatian yang lebih besar. Tapi anehnya Amerika dan media Barat hanya berbalik mata terhadap Iran setelah jelas bagi seluruh dunia bahwa Iraq tidak memiliki WMDs.
Dengan kata lain, jika sekarang Amerika Serikat menuduh Iran membuat WMDs, tidak ada yang percaya karena mereka telah berbohong tentang Iraq.
Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah mengapa mereka tidak menyerang Iran sebelum Iraq? Padahal, menurut kabar entah darimana, Iran konon adalah musuh terbesar AS saat ini terbesar di Timur Tengah, dan sementara Saddam bekas sekutu AS.
Iran juga merupakan tetangga Afghanistan, sehingga lebih mudah bagi AS untuk memindahkan pasukan dari Iran ke Afghanistan dan begitu pula sebaliknya dari Afghanistan ke Iran.
Sekarang media berlomba-lomba memberitakan kepada kita agar berpikir bahwa Amerika ingin menyerang Iran setelah Iraq. Mungkin dalam hal ini sebenarnya ada sesuatu yang lain. AS tidak menyerang Iran karena mereka sama sekali tidak ingin menyerang Iran.
Jika kita masih ingat, mungkin kita akan ingat bahwa ketika pertama AS menyerang Iraq, seorang ulama Syiah dengan nama Moqtada al-Sadr muncul, dan mengklaim bahwa rakyat bangkit melawan penjajah dan membebaskan Irak.
Media tiba-tiba berkonsentrasi pada dirinya, meskipun ia dan pasukannya telah melakukan sangat sedikit usaha dalam memerangi tentara Amerika. Tentara Moqtada al-Sadr, yang ia sebut sebagai "Tentara Mahdi," terlihat sebagai kekuatan yang serius yang harus diperhitungkan. Mereka dipandang sebagai "Hizbullah" dari Iraq. Kenyatannya, mereka erat bersekutu dengan "Hizbullah" dan mereka selalu memuji Hasan Nasrallah.
Tidak diragukan lagi bahwa Moqtada al-Sadr dimaksudkan untuk menjadi Nasrallah dari Iraq. Dengan kata lain, rencananya bahwa ia akan bangkit melawan AS, dan AS kemudian akan meninggalkan Iraq dengan tiba-tiba. Sadr kemudian akan dianggap sebagai pahlawan dan penyelamat Iraq, dan dengan perginya Saddam pergi, Sadr akan mengambil alih Irak dan akhirnya menyerahkannya kepada Iran. Inilah skenario terburuk yang pernah dibayangkan oleh semua pengamat politik.
Yang benar adalah bahwa sama seperti Israel yang menyerang Libanon untuk membuat Hizbullah terlihat seperti pahlawan, AS menyerang Iraq sebenarnya untuk membuat Muqtada al-Sadr sebagai pahlawan Iraq.
Lihatlah, sejak Pemerintah Saddam Hussein dihancurkan oleh AS, Moqtada al-Sadr didudukkan untuk mengambil alih Iraq. Inilah sebabnya mengapa kita melihat bahwa media mainstream (yang dikendalikan oleh orang yang sama yang mengontrol Pemerintah) berbicara tentang menentang perang dan pertentangan itu dikendalikan oleh begitu banyak golongan kiri palsu.
Perang di Afghanistan dibungkam oleh media kiri palsu dan mengatur protes yang mengabaikan Afganistan, dan hampir seluruhnya berkonsentrasi ke Iraq sebagai gantinya.
Kita juga melihat bagaimana penyiksaan Abu Ghurayb tersebar di semua surat kabar utama dan TV. Ini adalah surat kabar dan saluran TV yang sama yang telah menyensor 99% kebenaran tentang peristiwa dunia dan menutupi sebagian besar kejahatan Pemerintah barat. Semua orang tiba-tiba tampaknya berbalik melawan perang Iraq.
Kita juga melihat bagaimana Pemerintah AS menuduh Iraq memiliki WMDs (Weapon Of Mass Destruction), tapi sampai saat ini tak pernah terbukti.
Ini adalah pemerintah yang sama yang telah menutupi apa yang sebenarnya terjadi pada 9 / 11. Setelah serangan WTC, Pemerintah Amerika Serikat segera menyalahkan Al-Qaeda, dan Osama bin Laden. Segala cara dilakukan untuk mencoba dan meyakinkan orang bahwa bin Laden bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Tetapi sekali lagi, ketika menyangkut masalah Iraq, hal-hal itu menjadi berbeda. Para politisi AS baru saja keluar dan mengakui bahwa mereka tidak menemukan WMDs, sehingga dengan sengaja dan kebetulan membuat perang tidak populer.
Bush juga menuduh Saddam terlibat dalam 9 / 11, tapi aneh, ia kemudian menyangkalnya. Kenapa dia menyangkal? Jika dia berbohong di fase pertama, mengapa ia tidak terus berbohong? Jika ia tidak punya bukti di fase pertama, mengapa tidak ia terus berbohong tanpa bukti? Atau mungkinkah bahwa dia dengan sengaja ingin dilihat sebagai pembohong, sehingga perang Iraq dan sayap kanan AS akan dilihat sebagai sesuatu yang lebih tidak populer lagi.
Collin Powell mengakui bahwa Iraq sama sekali tidak memili WMDs. Dan pertanyaan yang sebenarnya adalah, mengapa Amerika Serikat khawatir tentang senjata Kimia dan bom Hayati Iraq, ketika justru sebaliknya Iran telah lama diduga membuat bom nuklir?
Tentu senjata nuklir harus menjadi perhatian yang lebih besar. Tapi anehnya Amerika dan media Barat hanya berbalik mata terhadap Iran setelah jelas bagi seluruh dunia bahwa Iraq tidak memiliki WMDs.
Dengan kata lain, jika sekarang Amerika Serikat menuduh Iran membuat WMDs, tidak ada yang percaya karena mereka telah berbohong tentang Iraq.
Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah mengapa mereka tidak menyerang Iran sebelum Iraq? Padahal, menurut kabar entah darimana, Iran konon adalah musuh terbesar AS saat ini terbesar di Timur Tengah, dan sementara Saddam bekas sekutu AS.
Iran juga merupakan tetangga Afghanistan, sehingga lebih mudah bagi AS untuk memindahkan pasukan dari Iran ke Afghanistan dan begitu pula sebaliknya dari Afghanistan ke Iran.
Sekarang media berlomba-lomba memberitakan kepada kita agar berpikir bahwa Amerika ingin menyerang Iran setelah Iraq. Mungkin dalam hal ini sebenarnya ada sesuatu yang lain. AS tidak menyerang Iran karena mereka sama sekali tidak ingin menyerang Iran.
Jika kita masih ingat, mungkin kita akan ingat bahwa ketika pertama AS menyerang Iraq, seorang ulama Syiah dengan nama Moqtada al-Sadr muncul, dan mengklaim bahwa rakyat bangkit melawan penjajah dan membebaskan Irak.
Media tiba-tiba berkonsentrasi pada dirinya, meskipun ia dan pasukannya telah melakukan sangat sedikit usaha dalam memerangi tentara Amerika. Tentara Moqtada al-Sadr, yang ia sebut sebagai "Tentara Mahdi," terlihat sebagai kekuatan yang serius yang harus diperhitungkan. Mereka dipandang sebagai "Hizbullah" dari Iraq. Kenyatannya, mereka erat bersekutu dengan "Hizbullah" dan mereka selalu memuji Hasan Nasrallah.
Tidak diragukan lagi bahwa Moqtada al-Sadr dimaksudkan untuk menjadi Nasrallah dari Iraq. Dengan kata lain, rencananya bahwa ia akan bangkit melawan AS, dan AS kemudian akan meninggalkan Iraq dengan tiba-tiba. Sadr kemudian akan dianggap sebagai pahlawan dan penyelamat Iraq, dan dengan perginya Saddam pergi, Sadr akan mengambil alih Irak dan akhirnya menyerahkannya kepada Iran. Inilah skenario terburuk yang pernah dibayangkan oleh semua pengamat politik.
Alasan 2.
Inilah sebabnya mengapa Ayad Allawi berada di urutan pertama yang ditunjuk sebagai Presiden Iraq. Walaupun Allawi dilahirkan dalam sebuah keluarga Syiah, ia tidak dipandang sebagai seorang Syiah, karena ia tidak mempraktikkan “agamanya” dengan cara apapun. Syiah—di Iraq—disebut sebagai agama yang lain, bahkan bukan merupakan sempalan dari Islam. Allawi dilihat hanya sekadar boneka AS, dan ini dilakukan untuk membuat pendudukan AS lebih tidak populer dan meningkatkan dukungan untuk Sadr.
Ini juga yang melatarbelakangi mengapa jumlah sesungguhnya tentara Amerika yang tewas di Iraq tidak dilaporkan. Dalam peperangan, pemerintah selalu mengklaim bahwa hanya sedikit sekali tentaranya yang tewas daripada klaim musuh. Namun dalam perang ini, Amerika Serikat melaporan korban tewas seminimal mungkin, tidak seperti yang lainnya. Tentara Rashideen (Jaysharrashedeen, salah satu kelompok nasionalis Islam sebelum perlawanan di Iraq) membuat film dokumenter di mana mereka memberikan gambaran tentang korban tentara AS yang tewas yang tidak dilaporkan. Ketika mereka memfilmkan serangan perlawanan mereka terhadap terhadap pasukan AS, media-media mainstream (dan bahkan Al-Jazeera sekalipun) mencoba semua cara yang mereka bisa untuk menutupi kebenaran tentang jumlah orang Amerika yang mati. Sebagai contoh, ada satu serangan di mana Tentara Rashideen sendirian membunuh 4 orang Amerika, namun media barat dan (bahkan) Al-Jazeera mengklaim bahwa hanya 1 tentara yang tewas!
Kelompok-kelompok perlawanan seperti Angkatan Darat Rashideen mengklaim bahwa mereka telah menewaskan lebih dari 30.000 tentara Amerika dan mereka melihat angka yang diberikan oleh Pemerintah AS sebagai sebuah lelucon. Dalam film dokumenter mereka, Tentara Rashideen mengajukan pertanyaan yang menarik; mereka bertanya kepada Bush bagaimana ia menutupi kematian yang begitu banyak? Seperti diketahui, Amerika Serikat mengklaim jumlah tentara Amerika tewas kurang dari 10% dari yang sebenarnya.
Jadi mengapa hal ini terjadi? Dan kenapa juga media mainstream internasional tampaknya benar-benar mengabaikan Afghanistan dan hampir tidak pernah menurupkan laporan korban pasukan Amerika di sana? Banyak orang di Barat sebenarnya tidak banyak tahu apa yang terjadi di Afghanistan—itu sebabnya mengapa banyak tentara Amerika sendiri mengatakan bahwa perang di Afghanistan jauh lebih serius dan jauh lebih mematikan daripada perang di Iraq.
Pemerintah AS akhirnya melaporkan jumlah korban yang benar, atau setidaknya mereka harus mengungkapkan lebih dari 10%, tetapi ini hanya dilakukan setelah Sadr muncul. Dengan kata kemunculan Sadr dengan klaim 20 atau 30 ribu tentara Amerika yang tewas akan memberikan stigma dengan keberadaan Pasukan Mahdi yang dipunyai oleh Sadr. Lalu ketika orang-orang di Barat mendengar tentang ini, akan ada keributan dan protes besar. Bush kemudian akan memiliki alasan untuk mundur dari Iraq, membuatnya seolah-olah Sadr dan tentaranya tiba-tiba bangkit dan memperoleh kemenangan yang luar biasa.
Puluhan ribu tentara AS yang telah dibunuh oleh Al-Qaeda (jika ada), Ansar Sunnah, Tentara Rashideen dan kelompok-kelompok perlawanan Sunni lainnya, semua akan dihubungkan dengan Sadr. Dengan kata lain, Sadr dan pasukannya akan bangkit setelah kekalahan kaum Sunni. Kemudian akan segera muncul klaim bahwa "Tentara Mahdi" telah mendapatkan kemenangan yang luar biasa dan telah membunuh ribuan tentara Amerika dalam waktu singkat, walaupun pada kenyataannya hanya ada pertempuran sungguhan yang sangat sedikit.
Namun satu hal yang terjadi di Iraq dan di luar perhitungan AS adalah kaum Muslim Sunni membentuk kelompok-kelompok mereka sendiri yang ternyata jauh lebih kuat daripada tentara Mahdi Sadr, meskipun Tentara Mahdi memiliki banyak anggota.
Jelas, Amerika sadar betul bahwa Sunni akan bangkit, namun kenyataan bahwa kaum ini akan begitu kuat dan mendapatkan begitu banyak dukungan rakyat Iraq, jauh di luar perkiraan mereka. Sunni bahkan berubah menjadi resistensi yang paling besar terhadap kaum asing di Iraq.
Awalnya AS hanya mencoba untuk menghancurkan kelompok perlawanan Sunni, tapi itu sama sekali bukanlah sesuatu yang mudah. Para konspirator yang telah merencanakan perang ini dilanda ketakutan karena jika kaum Sunni berhasil mengalahkan Amerika Serikat maka mereka akan dianggap sebagai pahlawan Iraq dan semua rencana mereka akan berantakan.
Ini juga yang melatarbelakangi mengapa jumlah sesungguhnya tentara Amerika yang tewas di Iraq tidak dilaporkan. Dalam peperangan, pemerintah selalu mengklaim bahwa hanya sedikit sekali tentaranya yang tewas daripada klaim musuh. Namun dalam perang ini, Amerika Serikat melaporan korban tewas seminimal mungkin, tidak seperti yang lainnya. Tentara Rashideen (Jaysharrashedeen, salah satu kelompok nasionalis Islam sebelum perlawanan di Iraq) membuat film dokumenter di mana mereka memberikan gambaran tentang korban tentara AS yang tewas yang tidak dilaporkan. Ketika mereka memfilmkan serangan perlawanan mereka terhadap terhadap pasukan AS, media-media mainstream (dan bahkan Al-Jazeera sekalipun) mencoba semua cara yang mereka bisa untuk menutupi kebenaran tentang jumlah orang Amerika yang mati. Sebagai contoh, ada satu serangan di mana Tentara Rashideen sendirian membunuh 4 orang Amerika, namun media barat dan (bahkan) Al-Jazeera mengklaim bahwa hanya 1 tentara yang tewas!
Kelompok-kelompok perlawanan seperti Angkatan Darat Rashideen mengklaim bahwa mereka telah menewaskan lebih dari 30.000 tentara Amerika dan mereka melihat angka yang diberikan oleh Pemerintah AS sebagai sebuah lelucon. Dalam film dokumenter mereka, Tentara Rashideen mengajukan pertanyaan yang menarik; mereka bertanya kepada Bush bagaimana ia menutupi kematian yang begitu banyak? Seperti diketahui, Amerika Serikat mengklaim jumlah tentara Amerika tewas kurang dari 10% dari yang sebenarnya.
Jadi mengapa hal ini terjadi? Dan kenapa juga media mainstream internasional tampaknya benar-benar mengabaikan Afghanistan dan hampir tidak pernah menurupkan laporan korban pasukan Amerika di sana? Banyak orang di Barat sebenarnya tidak banyak tahu apa yang terjadi di Afghanistan—itu sebabnya mengapa banyak tentara Amerika sendiri mengatakan bahwa perang di Afghanistan jauh lebih serius dan jauh lebih mematikan daripada perang di Iraq.
Pemerintah AS akhirnya melaporkan jumlah korban yang benar, atau setidaknya mereka harus mengungkapkan lebih dari 10%, tetapi ini hanya dilakukan setelah Sadr muncul. Dengan kata kemunculan Sadr dengan klaim 20 atau 30 ribu tentara Amerika yang tewas akan memberikan stigma dengan keberadaan Pasukan Mahdi yang dipunyai oleh Sadr. Lalu ketika orang-orang di Barat mendengar tentang ini, akan ada keributan dan protes besar. Bush kemudian akan memiliki alasan untuk mundur dari Iraq, membuatnya seolah-olah Sadr dan tentaranya tiba-tiba bangkit dan memperoleh kemenangan yang luar biasa.
Puluhan ribu tentara AS yang telah dibunuh oleh Al-Qaeda (jika ada), Ansar Sunnah, Tentara Rashideen dan kelompok-kelompok perlawanan Sunni lainnya, semua akan dihubungkan dengan Sadr. Dengan kata lain, Sadr dan pasukannya akan bangkit setelah kekalahan kaum Sunni. Kemudian akan segera muncul klaim bahwa "Tentara Mahdi" telah mendapatkan kemenangan yang luar biasa dan telah membunuh ribuan tentara Amerika dalam waktu singkat, walaupun pada kenyataannya hanya ada pertempuran sungguhan yang sangat sedikit.
Namun satu hal yang terjadi di Iraq dan di luar perhitungan AS adalah kaum Muslim Sunni membentuk kelompok-kelompok mereka sendiri yang ternyata jauh lebih kuat daripada tentara Mahdi Sadr, meskipun Tentara Mahdi memiliki banyak anggota.
Jelas, Amerika sadar betul bahwa Sunni akan bangkit, namun kenyataan bahwa kaum ini akan begitu kuat dan mendapatkan begitu banyak dukungan rakyat Iraq, jauh di luar perkiraan mereka. Sunni bahkan berubah menjadi resistensi yang paling besar terhadap kaum asing di Iraq.
Awalnya AS hanya mencoba untuk menghancurkan kelompok perlawanan Sunni, tapi itu sama sekali bukanlah sesuatu yang mudah. Para konspirator yang telah merencanakan perang ini dilanda ketakutan karena jika kaum Sunni berhasil mengalahkan Amerika Serikat maka mereka akan dianggap sebagai pahlawan Iraq dan semua rencana mereka akan berantakan.
Alasan 3.
Kemudian kita melihat bagaimana Pemerintah Iraq telah diubah dan dibuat agar terlihat lebih religius dan ulama Syiah masuk dan mengendalikan Pemerintah. Pemerintah baru Iraq kemudian menjadi populer di kalangan Syiah di Iraq dan orang-orang kemudian tertarik bergabung dengan "Tentara Nasional Iraq."
Dalam rangka mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dengan Tentara Nasional, AS dan Pemerintah baru Iraq menghajar daerah sipil, membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan kemudian menyalahkan "pemberontak" Sunni. Jangan heran, jika sekarang banyak ulama Sunni yang digantung di Iraq—sesuatu yang pada zaman Saddam Hussein hanya terjadi di negara tetangganya, Iran.
Para ulama Syiah seperti "Ayatullah” Ali Sistani dan bahkan Pemerintah Iran mengulangi kebohongan Amerika dan Pemerintah baru Iraq, menuduh apa yang disebut "ekstrimis Sunni" atas serangan terhadap berbagai masjid dan sekolah.
Sistani bahkan menyeru kepada pengikutnya agar bergabung dengan Tentara Nasional untuk melawan "teroris"—yang di kemudian hari berubah menjadi arena balas dendam Syiah kepada kaum Sunni.
Tapi walau sedikit dan perlahan, kaum Sunni Iraq juga tidak tinggal diam. Mereka berhasil mengambil alih beberapa lokasi utama di Iraq, termasuk Fallujah.
Para konspirator ingin benar-benar menghancurkan "kelompok perlawanan Sunni" dan mereka tidak mau mengambil risiko sehingga mereka membom Fallujah dan daerah lainnya yang dikuasai oleh kelompok-kelompok perlawanan Sunni tanpa belas kasihan.
Mereka bahkan menggunakan bom kimia ilegal termasuk Fosfor Putih. Bom ini membunuh seluruh masyarakat dan sepenuhnya menghancurkan beberapa daerah. Ribuan warga sipil Sunni tewas dalam pemboman yang dimaksudkan untuk benar-benar menghabisi perlawanan Sunni dan melapangkan jalan untuk "tentara Mahdi Moqtada al-Sadr."
Tapi bukannya musnah, para pejuang Sunni bergerak di bawah tanah, seperti yang dijelaskan oleh pemimpin ar Jaysh-Raashideen (salah satu kelompok perjuangan). Dia menyatakan bahwa setelah banyak diserang, kaum pejuang justru menjadi lebih kuat, dan musuh mereka sulit menemukan mereka karena tidak mengetahui keberadaan mereka, sementara kelompok pejuang itu tahu di mana Amerika berada.
Perlawanan Sunni terus berlanjut dan Sadr dipaksa untuk mengatakan kepada pasukannya untuk menghentikan memerangi Amerika, dan inilah sebabnya: jika kita mempelajari semua hal yang dilakukan oelh Moqtada al-Sadr, kita akan melihat bahwa ia telah terus-menerus berseru kepada pengikutnya untuk berhenti melawan pendudukan asing. Setiap kali pasukannya masuk ke dalam pertempuran dengan Amerika atau Inggris atau Pemerintah, ia segera meminta gencatan senjata.
Sebagian besar pengikutnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia benar-benar mengatakan kepada mereka untuk menghentikan pertempuran karena ia ingin Amerika untuk menyingkirkan perlawanan Sunni dahulu.
Namun itu tidak cukup baginya untuk meyakinkan para pengikutnya untuk tidak melawan pendudukan. Moqtada al-Sadr bahkan menyerukan sesuatu yang lebih “gila” lagi yaitu membantu pendudukan! Kali ini dengan 'cover' (kedok) besar memerangi Al-Qaidah. Karena sekarang ini Pemerintah Iraq diserahkan kepada golongan Syiah, sehingga Sadr bisa mengklaim bahwa ia membela "Muslim" dari "Nasibis" ("Nasibi" adalah istilah yang digunakan kaum Syiah melawan Sunni kapan saja mereka ingin memerangi mereka).
"Tentara Mahdi" Moqtada al-Sadr kemudian bekerja sama dengan Tentara Nasional Iraq, melawan kelompok perlawanan Sunni! Mereka bahkan melindungi pasukan Inggris di Basrah seperti yang dilaporkan oleh Peter Oborne dalam film dokumenternya.
Dalam rangka mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dengan Tentara Nasional, AS dan Pemerintah baru Iraq menghajar daerah sipil, membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan kemudian menyalahkan "pemberontak" Sunni. Jangan heran, jika sekarang banyak ulama Sunni yang digantung di Iraq—sesuatu yang pada zaman Saddam Hussein hanya terjadi di negara tetangganya, Iran.
Para ulama Syiah seperti "Ayatullah” Ali Sistani dan bahkan Pemerintah Iran mengulangi kebohongan Amerika dan Pemerintah baru Iraq, menuduh apa yang disebut "ekstrimis Sunni" atas serangan terhadap berbagai masjid dan sekolah.
Sistani bahkan menyeru kepada pengikutnya agar bergabung dengan Tentara Nasional untuk melawan "teroris"—yang di kemudian hari berubah menjadi arena balas dendam Syiah kepada kaum Sunni.
Tapi walau sedikit dan perlahan, kaum Sunni Iraq juga tidak tinggal diam. Mereka berhasil mengambil alih beberapa lokasi utama di Iraq, termasuk Fallujah.
Para konspirator ingin benar-benar menghancurkan "kelompok perlawanan Sunni" dan mereka tidak mau mengambil risiko sehingga mereka membom Fallujah dan daerah lainnya yang dikuasai oleh kelompok-kelompok perlawanan Sunni tanpa belas kasihan.
Mereka bahkan menggunakan bom kimia ilegal termasuk Fosfor Putih. Bom ini membunuh seluruh masyarakat dan sepenuhnya menghancurkan beberapa daerah. Ribuan warga sipil Sunni tewas dalam pemboman yang dimaksudkan untuk benar-benar menghabisi perlawanan Sunni dan melapangkan jalan untuk "tentara Mahdi Moqtada al-Sadr."
Tapi bukannya musnah, para pejuang Sunni bergerak di bawah tanah, seperti yang dijelaskan oleh pemimpin ar Jaysh-Raashideen (salah satu kelompok perjuangan). Dia menyatakan bahwa setelah banyak diserang, kaum pejuang justru menjadi lebih kuat, dan musuh mereka sulit menemukan mereka karena tidak mengetahui keberadaan mereka, sementara kelompok pejuang itu tahu di mana Amerika berada.
Perlawanan Sunni terus berlanjut dan Sadr dipaksa untuk mengatakan kepada pasukannya untuk menghentikan memerangi Amerika, dan inilah sebabnya: jika kita mempelajari semua hal yang dilakukan oelh Moqtada al-Sadr, kita akan melihat bahwa ia telah terus-menerus berseru kepada pengikutnya untuk berhenti melawan pendudukan asing. Setiap kali pasukannya masuk ke dalam pertempuran dengan Amerika atau Inggris atau Pemerintah, ia segera meminta gencatan senjata.
Sebagian besar pengikutnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia benar-benar mengatakan kepada mereka untuk menghentikan pertempuran karena ia ingin Amerika untuk menyingkirkan perlawanan Sunni dahulu.
Namun itu tidak cukup baginya untuk meyakinkan para pengikutnya untuk tidak melawan pendudukan. Moqtada al-Sadr bahkan menyerukan sesuatu yang lebih “gila” lagi yaitu membantu pendudukan! Kali ini dengan 'cover' (kedok) besar memerangi Al-Qaidah. Karena sekarang ini Pemerintah Iraq diserahkan kepada golongan Syiah, sehingga Sadr bisa mengklaim bahwa ia membela "Muslim" dari "Nasibis" ("Nasibi" adalah istilah yang digunakan kaum Syiah melawan Sunni kapan saja mereka ingin memerangi mereka).
"Tentara Mahdi" Moqtada al-Sadr kemudian bekerja sama dengan Tentara Nasional Iraq, melawan kelompok perlawanan Sunni! Mereka bahkan melindungi pasukan Inggris di Basrah seperti yang dilaporkan oleh Peter Oborne dalam film dokumenternya.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar